Jemarimu.id – Kebijakan moneter RBNZ (Reserve Bank of New Zealand) kembali menjadi sorotan pada bulan April 2025, terutama menjelang keputusan suku bunga yang dijadwalkan. Dengan situasi ekonomi global yang terus memburuk dan data domestik yang kurang menggembirakan, bank sentral Selandia Baru berada pada persimpangan penting dalam menavigasi ketidakpastian ekonomi saat ini.
Ekspektasi Pemangkasan OCR dan Ketidakpastian Global

Para analis dan pelaku pasar secara luas memperkirakan bahwa RBNZ akan memangkas suku bunga acuan (Official Cash Rate/OCR) sebesar 25 basis poin menjadi 3,5%. Langkah ini konsisten dengan sinyal kebijakan yang telah diberikan dalam beberapa waktu terakhir, termasuk pada Pernyataan Kebijakan Moneter (Monetary Policy Statement/MPS) bulan Februari lalu. Namun, sejak saat itu, risiko-risiko baru telah muncul, terutama dari luar negeri, yang memperumit lanskap pengambilan keputusan.
Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang kembali meningkat memicu ketidakpastian tinggi terhadap prospek pertumbuhan global.
Aksi balasan yang berkelanjutan antara dua kekuatan ekonomi besar ini menyebabkan guncangan dalam perdagangan internasional, yang pada akhirnya turut membebani prospek pertumbuhan negara-negara mitra dagang utama, termasuk Selandia Baru. Hal ini telah mendorong pasar untuk memperhitungkan kemungkinan penurunan OCR yang lebih dalam lagi sepanjang tahun 2025.
Data Domestik yang Melemahkan Sentimen
Tidak hanya tantangan eksternal, data ekonomi domestik terbaru juga memberikan alasan bagi RBNZ untuk bersikap lebih dovish. Hasil survei bisnis domestik—salah satu indikator kepercayaan dan aktivitas ekonomi yang paling diandalkan—menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan. Indikator pertumbuhan ekonomi terlihat datar, dengan tekanan harga yang tak mengalami peningkatan signifikan. Model GDP Nowcast bahkan memperkirakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal pertama hanya sebesar 0,2%, jauh di bawah ekspektasi RBNZ yang berada di angka 0,6%.
Kelemahan ini menunjukkan bahwa ekonomi Selandia Baru masih jauh dari pemulihan yang solid, dan karenanya kebijakan moneter RBNZ perlu disesuaikan untuk merespons tantangan ini.