Jemarimu.id – Pasar valuta asing selalu sensitif terhadap perubahan data ekonomi, terutama inflasi dan kebijakan moneter. Pada akhir Oktober 2024, beberapa data penting dari Jepang dan Australia menarik perhatian para trader, terutama bagi yang mengamati pasangan USD/JPY dan AUD/USD. Ada beberapa poin kunci yang perlu kita cermati untuk menyusun strategi trading yang lebih baik.
Penurunan Inflasi Inti Tokyo di Bawah Target Bank of Japan (BoJ)
Pada 25 Oktober, data inflasi inti Tokyo turun dari 2,0% menjadi 1,8%, angka yang lebih rendah dari target BoJ sebesar 2%. Penurunan ini memberi sinyal bahwa tekanan inflasi di Jepang melemah. Hal ini menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi nilai tukar USD/JPY. Inflasi yang lebih rendah biasanya mengurangi dorongan bagi bank sentral untuk menaikkan suku bunga, yang dalam hal ini membuat ekspektasi kenaikan suku bunga BoJ di kuartal keempat 2024 semakin dipertanyakan.
Selain itu, data PMI Jasa Jepang juga menunjukkan penurunan dari 53,1 di bulan September menjadi 49,3 pada Oktober. Ini menandakan bahwa sektor jasa, yang mencakup lebih dari 70% dari PDB Jepang, mulai berkontraksi. Melemahnya sektor jasa dapat semakin mengurangi ekspektasi untuk pengetatan kebijakan moneter oleh BoJ.
Dari sudut pandang trading, melemahnya inflasi dan kontraksi ekonomi ini bisa mendorong pasangan USD/JPY mendekati level 152,5. Jika situasi ini terus berlanjut tanpa adanya kebijakan stimulus baru, Yen Jepang dapat kehilangan daya tariknya di mata investor.
Dampak Pemilu Jepang pada Bank Sentral Jepang
Selain data ekonomi, hasil pemilu Jepang juga menjadi faktor penting yang harus diperhatikan. Ketidakpastian politik yang meningkat, terutama jika Partai Demokratik Konstitusional Jepang (CPDJ) memenangkan pemilu, bisa menekan Bank of Japan untuk menunda kenaikan suku bunga lebih lanjut. Hasil pemilu yang tidak sesuai dengan harapan pasar dapat mengurangi minat terhadap Yen Jepang, yang berpotensi menekan nilai tukarnya terhadap Dolar AS.
Bagi trader yang mengamati USD/JPY, penting untuk mencermati hasil pemilu pada akhir pekan ini, karena koalisi yang berkuasa mungkin menghadapi tekanan politik yang dapat memengaruhi kebijakan moneter ke depan.